Sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat, pemerintah daerah (pemda) harus
melaporkan penggunaan dana APBD dalam bentuk laporan keuangan yang kemudian akan diperiksa/diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
diberikan opini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi yang
memiliki wewenang dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Opini BPK adalah pernyataan profesional pemeriksa (auditor)
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate
disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
efektivitas sistem pengendalian intern. Opini yang paling baik dari hasil audit
BPK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti
audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Setiap daerah tentu ingin
laporan keuangannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sebagai
cerminan bahwa pengelolaan keuangan yang dilakukan pemda sudah baik. Sayangnya,
untuk mendapat opini tersebut, ada beberapa oknum dari pemda melakukan cara
yang kurang terpuji, salah satunya dengan melakukan suap kepada auditor BPK
seperti yang terjadi pada oknum pemkot Bekasi pada 2010 lalu.
Kasus suap yang terjadi empat tahun
lalu tersebut melibatkan TUE (Sekda kota Bekasi), HS (Kepala Bidang Aset Pemkot
Bekasi), dan HL (Kepala Inspektorat Kota Bekasi), sedangkan pihak penerima suap
adalah S (Kepala Sub Auditor BPK Jawa Barat III) dan EH (Kepala Seksi Wilayah
BPK Jawa Barat III). Kronologi peyuapan bermula ketika pada Desember 2009 TUE mengikuti
forum rapat rutin di ruang rapat yang dipimpin oleh Walikota Bekasi. Ketika
itu, Walikota Bekasi mengatakan jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan
Pengecualian, maka insentif yang diperoleh Pemkot Bekasi sebesar Rp 18 miliar.
Namun, jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian, maka Pemkot
Bekasi akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp 40 miliar. TUE
bersama-sama HL dan HS selama rentang waktu tanggal 10 Januari sampai 10 Juni
2010 telah melakukan suap kepada S dan EH, agar laporan keuangan Pemkot Bekasi
mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Total uang suap senilai Rp 400 juta diberikan dalam dua tahap,
masing-masing Rp 200 juta. Pertama, sebesar Rp 200 juta di lapangan parkir
sebuah rumah makan di Bandung yang dilakukan HS kepada S. Dari jumlah tersebut
S mendapat Rp150 juta, sedangkan EH mendapat jatah Rp50 juta. Tahap kedua, diberikan
oleh HL dan HS di rumah dinas S sebesar Rp200 juta. Dua Auditor BPK Jabar yang
terbukti menerima suap tersebut akhirnya di vonis empat tahun penjara oleh
hakim pengadilan Tipikor Jakarta karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sedangkan KPK menjerat HS dan
HL dengan pasal 5 ayat (1)a atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, TUE dijatuhi hukuman penjara tiga tahun
karena dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Dalam auditing, menurut lingkungan
pekerjaannya dikenal tiga tipe auditor, yaitu auditor independen, auditor
pemerintah, dan auditor intern. Kedua auditor BPK Jabar yang terlibat kasus
suap (S dan EH) termasuk dalam kategori auditor pemerintah. Berbeda dengan auditor
independen yang menjual jasanya untuk masyarakat umum, atau auditor intern yang
bekerja dalam lingkungan intern suatu perusahaan, auditor pemerintah bekerja di
instansi pemerintah dan tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Dalam
menjalankan tugasnya, auditor memiliki aturan/etika yang wajib untuk dipatuhi. Kode
etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3)
Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan
Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), diantaranya :
1. Tanggung
Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai profesional, seorang akuntan harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Dari kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jabar, S dan EH tidak
mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Sebagai seorang auditor pemerintah, S
dan EH mengabaikan pertimbangan moral dengan menerima uang suap dari Pemkot
Bekasi untuk memberi opini WTP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009. Hal ini
mengindikasikan bahwa keduanya tidak melakukan tugasnya secara profesional dan
bertanggungjawab sebagaimana prinsip etika profesi akuntansi yang semestinya.
2. Kepentingan
Publik
Anggota IAI
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Dengan menerima suap dari oknum pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP, auditor
BPK Jabar (S dan EH) sudah melanggar prinsip kepentingan publik. Apabila opini
Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan pada LKPD Bekasi tahun 2009 tidak
sesuai dengan yang hasil audit yang sebenarnya, maka hal itu merupakan tindak
penipuan kepada publik (masyarakat) atau dengan kata lain keduanya
menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah diberikan. Sejatinya, semua
anggota IAI mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Tindakan menerima
suap merupakan salah satu indikasi bahwa S dan EH sebagai auditor pemerintah
tidak bisa menjaga integritasnya. S dan
EH cenderung mementingkan keuntungan pribadi dibandingkan profesionalitasnya
sebagai auditor. Padahal, Integritas mengharuskan seorang anggota IAI untuk bersikap
jujur dan berterus terang sehingga pelayanan dan kepercayaan publik tidak dikalahkan
oleh keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota IAI untuk
mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.
4. Objektivitas
Setiap anggota
IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Pemberian uang suap oleh pemkot Bekasi kepada
auditor BPK Jabar mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan lain, yaitu
agar LKPD Bekasi tahun 2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian sehingga
insentif yang diterima pemkot Bekasi kala itu menjadi lebih besar. Sebagai
Auditor BPK Jabar, semestinya S dan EH bisa bersikap lebih objektif dan tidak
tergiur dengan imbalan yang diberikan karena prinsip objektivitas mengharuskan
anggota IAI bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di
bawah pengaruh pihak lain. Anggota IAI
tidak boleh menerima hadiah atau entertainment yang dapat menimbulkan pengaruh
yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap
orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional yang kompeten. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Artinya,
anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Contohnya, Auditor tidak
bisa sembarangan memberikan opini terhadap laporan keuangan yang diauditnya, mereka
harus terlebih dahulu melakukan audit dengan teliti dan penuh kehati-hatian untuk
memberi opini sesuai hasil audit yang diperoleh. Kehati-hatian profesional
mengharuskan anggota IAI untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap
kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Kerahasiaan
Setiap
anggota IAI harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya. Kerahasiaan bukan semata-mata
masalah pengungkapan informasi. Seorang Auditor harus bisa menjaga kerahasiaan
informasi yang diperolehnya selama menjalankan tugas dan tidak boleh
menggunakan informasi tersebut atau menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi
atau pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. Dalam kasus suap yang berhubungan
dengan LKPD Bekasi tahun 2009, apabila pengungkapan informasi diharuskan oleh
hukum sebagai bukti adanya pelanggaran, maka hal tersebut diperbolehkan.
7. Perilaku
Profesional
Setiap
anggota IAI harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Tindakan menerima
suap seperti yang dilakukan S dan EH sebagai seorang auditor BPK Jabar adalah
salah satu contoh perilaku yang dapat merusak reputasi auditor BPK lainnya
secara umum. S dan EH dinilai melanggar prinsip perilaku profesional akuntan
atas tindakan yang telah dilakukannya, karena salah satu kewajiban anggota IAI
adalah menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai
perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap
anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
objektivitas. S dan EH semestinya dapat melakukan tugasnya sebagai auditor
sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh dengan
iming-iming suap atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan
tertentu. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah
standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International
Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan
yang relevan.
Referensi:
infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=7817&l=kasus-suap-auditor-bpk-jabar-terancam-hukuman-2-pns-bekasi-seret-atasan
politik.news.viva.co.id/news/read/161408-kpk-tetapkan-lagi-auditor-bpk-jadi-tersangka
infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=7817&l=kasus-suap-auditor-bpk-jabar-terancam-hukuman-2-pns-bekasi-seret-atasan
politik.news.viva.co.id/news/read/161408-kpk-tetapkan-lagi-auditor-bpk-jadi-tersangka
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbc311205bf6/dua-auditor-bpk-jabar-dituntut-lima-tahun-penjara
www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/10/11/16/146780-suap-bpk-jabar-sekda-bekasi-divonis-3-tahun-penjara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar