Minggu, 30 November 2014

Langgar SPAP, Akuntan Publik Beku 2 Tahun

       Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Praktik Akuntan Publik meliputi pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik dapat dikenai sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Saksi pembekuan izin ini dikenakan apabila Akuntan Publik (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. Beberapa AP dan KAP di Indonesia pernah mendapatkan sanksi pembekuan izin karena tindak pelanggaran yang dilakukannya. Salah satu yang mendapat sanksi tersebut adalah Akuntan Publik berinisial JAS yang melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003 lalu.
       Pembekuan izin Akuntan Publik (AP) berinisial JAS selama dua tahun dilakukan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) pada 28 November 2006 lalu. Sanksi tersebut diberikan karena JAS terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, JAS dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan JAS dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya melakukan penyidikan terhadap Akuntan Publik yang memeriksa laporan keuangan Great River. Apabila ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka Akuntan Publik tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. Pada Agustus 2006, Bapepam menyidik Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, beliau tidak bersedia menjelaskan secara detail praktik konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Menanggapi tudingan itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, JAS, menyatakan bahwa selama mengaudit laporan keuangan Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun pihaknya mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. Menurutnya, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, menurutnya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. Sebelumnya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, berinisial ST.  Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi  penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas sehingga perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar.
   Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen  dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI. Independen berarti bahwa seorang Akuntan Publik dalam melakukan tugasnya tidak boleh memihak atau harus bersikap netral. Dalam kasus yang melibatkan JAS, selaku Akuntan Publik (AP) pihaknya dinilai telah melanggar sikap independen karena diduga melakukan konspirasi dengan Great River dalam penyajian laporan keuangan pada 2003 lalu. Selain bersikap independen, anggota KAP juga harus mempertahankan integritas dan objektivitas. Integritas adalah suatu sikap yang terkait dengan kejujuran. Sikap JAS selaku Akuntan Publik yang diduga terlibat dalam kecurangan penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, adalah bukti bahwa pihaknya tidak bisa menjaga integritasnya sebagai seorang anggota KAP, padahal Akuntan Publik (AP) dituntut untuk menjaga integritasnya agar dapat berprilaku jujur, serta tidak melanggar etika dan hukum yang berlaku.
       Akuntan Publik memiliki tanggung jawab kepada klien.  Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Dalam kasus yang melibatkan JAS, klien yang mempekerjakannya adalah PT Great River International Tbk. Tanggung jawab terhadap klien dalam kode etik Akuntan Publik yang dimaksud adalah, Anggota IAI-KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien tersebut kecuali untuk kepentingan penyidikan dalam kasus hukum. Misal, ada pihak-pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dari hasil audit informasi keuangan suatu perusahaan, maka Akuntan Publik tidak diperkenankan memberikan informasi tersebut tanpa pesetujuan perusahaan yang menjadi kliennya. Dugaan adanya konspirasi antara JAS dengan Great River bukan termasuk sikap tanggung jawab kepada klien. Memberikan jasa profesional bukan berarti menuruti semua kemauan klien termasuk mengabaikan manipulasi dalam laporan keuangan yang diaudit. Seorang Akuntan Publik dituntut untuk tetap bersikap profesional dengan menjalankan tugasnya sesuai SPAP yang berlaku.
     Selain tanggung jawab kepada klien, Akuntan Publik juga bertanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. Seorang Akuntan Publik tidak boleh menerima komisi dari klien yang memiliki tujuan atau maksud tertentu yang akan mengurangi independensi Akuntan Publik dalam melaksanakan tugasnya. Tindakan dugaan konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River yang dilakukan JAS merupakan tindakan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesinya. Hal tersebut dapat berimbas pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas Akuntan Publik secara umum. Oleh karena itu seorang Akuntan Publik hendaknya bisa menjaga nama baik pribadi untuk menjaga reputasi rekan seprofesinya secara keseluruhan.
      Dalam kasus terkait penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, kecurangan juga terbukti dilakukan oleh empat direksi Perusahaan tersebut yang akhirnya resmi dijadikan tersangka. Tindakan memanipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh direksi Great River bisa dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik dalam menjalankan bisnis. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Dalam bisnis dikenal prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, diantaranya kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
     Tindakan manipulasi laporan keuangan PT Great River Tbk juga dapat dikategorikan sebagai Fraudulent financial reporting. Menurut Arens (2005 : 310), Fraudulent financial reporting atau kecurangan laporan keuangan adalah salah saji atau kelalaian dari jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud untuk menipu pengguna laporan keuangan. Salah satu penyebab Fraudulent financial reporting adalah adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik seperti yang terjadi dalam kasus Great River dan Akuntan Publik berinisial JAS. Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik hendaknya bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red  flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi. Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara parsial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain; mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakkan hukum, perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian, pelaksanaan good governance, dan memperbaiki moral dari pengelola perusahaan yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.

Referensi :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar