Minggu, 30 November 2014

Langgar SPAP, Akuntan Publik Beku 2 Tahun

       Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Praktik Akuntan Publik meliputi pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik dapat dikenai sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Saksi pembekuan izin ini dikenakan apabila Akuntan Publik (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. Beberapa AP dan KAP di Indonesia pernah mendapatkan sanksi pembekuan izin karena tindak pelanggaran yang dilakukannya. Salah satu yang mendapat sanksi tersebut adalah Akuntan Publik berinisial JAS yang melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003 lalu.
       Pembekuan izin Akuntan Publik (AP) berinisial JAS selama dua tahun dilakukan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) pada 28 November 2006 lalu. Sanksi tersebut diberikan karena JAS terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, JAS dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan JAS dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya melakukan penyidikan terhadap Akuntan Publik yang memeriksa laporan keuangan Great River. Apabila ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka Akuntan Publik tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. Pada Agustus 2006, Bapepam menyidik Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, beliau tidak bersedia menjelaskan secara detail praktik konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Menanggapi tudingan itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, JAS, menyatakan bahwa selama mengaudit laporan keuangan Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun pihaknya mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. Menurutnya, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, menurutnya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. Sebelumnya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, berinisial ST.  Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi  penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas sehingga perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar.
   Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen  dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI. Independen berarti bahwa seorang Akuntan Publik dalam melakukan tugasnya tidak boleh memihak atau harus bersikap netral. Dalam kasus yang melibatkan JAS, selaku Akuntan Publik (AP) pihaknya dinilai telah melanggar sikap independen karena diduga melakukan konspirasi dengan Great River dalam penyajian laporan keuangan pada 2003 lalu. Selain bersikap independen, anggota KAP juga harus mempertahankan integritas dan objektivitas. Integritas adalah suatu sikap yang terkait dengan kejujuran. Sikap JAS selaku Akuntan Publik yang diduga terlibat dalam kecurangan penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, adalah bukti bahwa pihaknya tidak bisa menjaga integritasnya sebagai seorang anggota KAP, padahal Akuntan Publik (AP) dituntut untuk menjaga integritasnya agar dapat berprilaku jujur, serta tidak melanggar etika dan hukum yang berlaku.
       Akuntan Publik memiliki tanggung jawab kepada klien.  Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Dalam kasus yang melibatkan JAS, klien yang mempekerjakannya adalah PT Great River International Tbk. Tanggung jawab terhadap klien dalam kode etik Akuntan Publik yang dimaksud adalah, Anggota IAI-KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien tersebut kecuali untuk kepentingan penyidikan dalam kasus hukum. Misal, ada pihak-pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dari hasil audit informasi keuangan suatu perusahaan, maka Akuntan Publik tidak diperkenankan memberikan informasi tersebut tanpa pesetujuan perusahaan yang menjadi kliennya. Dugaan adanya konspirasi antara JAS dengan Great River bukan termasuk sikap tanggung jawab kepada klien. Memberikan jasa profesional bukan berarti menuruti semua kemauan klien termasuk mengabaikan manipulasi dalam laporan keuangan yang diaudit. Seorang Akuntan Publik dituntut untuk tetap bersikap profesional dengan menjalankan tugasnya sesuai SPAP yang berlaku.
     Selain tanggung jawab kepada klien, Akuntan Publik juga bertanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. Seorang Akuntan Publik tidak boleh menerima komisi dari klien yang memiliki tujuan atau maksud tertentu yang akan mengurangi independensi Akuntan Publik dalam melaksanakan tugasnya. Tindakan dugaan konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River yang dilakukan JAS merupakan tindakan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesinya. Hal tersebut dapat berimbas pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas Akuntan Publik secara umum. Oleh karena itu seorang Akuntan Publik hendaknya bisa menjaga nama baik pribadi untuk menjaga reputasi rekan seprofesinya secara keseluruhan.
      Dalam kasus terkait penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, kecurangan juga terbukti dilakukan oleh empat direksi Perusahaan tersebut yang akhirnya resmi dijadikan tersangka. Tindakan memanipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh direksi Great River bisa dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik dalam menjalankan bisnis. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Dalam bisnis dikenal prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, diantaranya kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
     Tindakan manipulasi laporan keuangan PT Great River Tbk juga dapat dikategorikan sebagai Fraudulent financial reporting. Menurut Arens (2005 : 310), Fraudulent financial reporting atau kecurangan laporan keuangan adalah salah saji atau kelalaian dari jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud untuk menipu pengguna laporan keuangan. Salah satu penyebab Fraudulent financial reporting adalah adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik seperti yang terjadi dalam kasus Great River dan Akuntan Publik berinisial JAS. Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik hendaknya bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red  flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi. Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara parsial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain; mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakkan hukum, perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian, pelaksanaan good governance, dan memperbaiki moral dari pengelola perusahaan yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.

Referensi :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta

Sabtu, 15 November 2014

dari Pemkot, oleh Pemkot, untuk BPK, demi WTP

       Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat, pemerintah daerah (pemda) harus melaporkan penggunaan dana APBD dalam bentuk laporan keuangan  yang kemudian akan diperiksa/diaudit  oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diberikan opini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi yang memiliki wewenang dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.  Opini BPK  adalah pernyataan profesional pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Opini yang paling baik dari hasil audit BPK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang artinya  auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Setiap daerah tentu ingin laporan keuangannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sebagai cerminan bahwa pengelolaan keuangan yang dilakukan pemda sudah baik. Sayangnya, untuk mendapat opini tersebut, ada beberapa oknum dari pemda melakukan cara yang kurang terpuji, salah satunya dengan melakukan suap kepada auditor BPK seperti yang terjadi pada oknum pemkot Bekasi pada 2010 lalu.
            Kasus suap yang terjadi empat tahun lalu tersebut melibatkan TUE (Sekda kota Bekasi), HS (Kepala Bidang Aset Pemkot Bekasi), dan HL (Kepala Inspektorat Kota Bekasi), sedangkan pihak penerima suap adalah S (Kepala Sub Auditor BPK Jawa Barat III) dan EH (Kepala Seksi Wilayah BPK Jawa Barat III). Kronologi peyuapan bermula ketika pada Desember 2009 TUE mengikuti forum rapat rutin di ruang rapat yang dipimpin oleh Walikota Bekasi. Ketika itu, Walikota Bekasi mengatakan jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian, maka insentif yang diperoleh Pemkot Bekasi sebesar Rp 18 miliar. Namun, jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian, maka Pemkot Bekasi akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp 40 miliar. TUE bersama-sama HL dan HS selama rentang waktu tanggal 10 Januari sampai 10 Juni 2010 telah melakukan suap kepada S dan EH, agar laporan keuangan Pemkot Bekasi mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Total uang suap  senilai Rp 400 juta diberikan dalam dua tahap, masing-masing Rp 200 juta. Pertama, sebesar Rp 200 juta di lapangan parkir sebuah rumah makan di Bandung yang dilakukan HS kepada S. Dari jumlah tersebut S mendapat Rp150 juta, sedangkan EH mendapat jatah Rp50 juta. Tahap kedua, diberikan oleh HL dan HS di rumah dinas S sebesar Rp200 juta. Dua Auditor BPK Jabar yang terbukti menerima suap tersebut akhirnya di vonis empat tahun penjara oleh hakim pengadilan Tipikor Jakarta karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sedangkan KPK menjerat HS dan HL dengan pasal 5 ayat (1)a atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, TUE dijatuhi hukuman penjara tiga tahun karena dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
            Dalam auditing, menurut lingkungan pekerjaannya dikenal tiga tipe auditor, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Kedua auditor BPK Jabar yang terlibat kasus suap (S dan EH) termasuk dalam kategori auditor pemerintah. Berbeda dengan auditor independen yang menjual jasanya untuk masyarakat umum, atau auditor intern yang bekerja dalam lingkungan intern suatu perusahaan, auditor pemerintah bekerja di instansi pemerintah dan tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, auditor memiliki aturan/etika yang wajib untuk dipatuhi. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
            Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), diantaranya :


1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesional, seorang akuntan harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Dari kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jabar, S dan EH tidak mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Sebagai seorang auditor pemerintah, S dan EH mengabaikan pertimbangan moral dengan menerima uang suap dari Pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa keduanya tidak melakukan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab sebagaimana prinsip etika profesi akuntansi yang semestinya.

2.      Kepentingan Publik
Anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dengan menerima suap dari oknum pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP, auditor BPK Jabar (S dan EH) sudah melanggar prinsip kepentingan publik. Apabila opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan pada LKPD Bekasi tahun 2009 tidak sesuai dengan yang hasil audit yang sebenarnya, maka hal itu merupakan tindak penipuan kepada publik (masyarakat) atau dengan kata lain keduanya menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah diberikan. Sejatinya, semua anggota IAI mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Tindakan menerima suap merupakan salah satu indikasi bahwa S dan EH sebagai auditor pemerintah tidak bisa menjaga integritasnya.  S dan EH cenderung mementingkan keuntungan pribadi dibandingkan profesionalitasnya sebagai auditor. Padahal, Integritas mengharuskan seorang anggota IAI untuk bersikap jujur dan berterus terang sehingga pelayanan dan kepercayaan publik tidak dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota IAI untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.

4.      Objektivitas
Setiap anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Pemberian uang suap oleh pemkot Bekasi kepada auditor BPK Jabar mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan lain, yaitu agar LKPD Bekasi tahun 2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian sehingga insentif yang diterima pemkot Bekasi kala itu menjadi lebih besar. Sebagai Auditor BPK Jabar, semestinya S dan EH bisa bersikap lebih objektif dan tidak tergiur dengan imbalan yang diberikan karena prinsip objektivitas mengharuskan anggota IAI bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.  Anggota IAI tidak boleh menerima hadiah atau entertainment yang dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Artinya, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Contohnya, Auditor tidak bisa sembarangan memberikan opini terhadap laporan keuangan yang diauditnya, mereka harus terlebih dahulu melakukan audit dengan teliti dan penuh kehati-hatian untuk memberi opini sesuai hasil audit yang diperoleh. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota IAI untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.

6.      Kerahasiaan
Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kerahasiaan bukan semata-mata masalah pengungkapan informasi. Seorang Auditor harus bisa menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama menjalankan tugas dan tidak boleh menggunakan informasi tersebut atau menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi atau pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. Dalam kasus suap yang berhubungan dengan LKPD Bekasi tahun 2009, apabila pengungkapan informasi diharuskan oleh hukum sebagai bukti adanya pelanggaran, maka hal tersebut diperbolehkan.

7.      Perilaku Profesional
Setiap anggota IAI harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Tindakan menerima suap seperti yang dilakukan S dan EH sebagai seorang auditor BPK Jabar adalah salah satu contoh perilaku yang dapat merusak reputasi auditor BPK lainnya secara umum. S dan EH dinilai melanggar prinsip perilaku profesional akuntan atas tindakan yang telah dilakukannya, karena salah satu kewajiban anggota IAI adalah menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8.      Standar Teknis
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. S dan EH semestinya dapat melakukan tugasnya sebagai auditor sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh dengan iming-iming suap atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Referensi:
infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=7817&l=kasus-suap-auditor-bpk-jabar-terancam-hukuman-2-pns-bekasi-seret-atasan
politik.news.viva.co.id/news/read/161408-kpk-tetapkan-lagi-auditor-bpk-jadi-tersangka
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbc311205bf6/dua-auditor-bpk-jabar-dituntut-lima-tahun-penjara
www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/10/11/16/146780-suap-bpk-jabar-sekda-bekasi-divonis-3-tahun-penjara

Jumat, 31 Oktober 2014

Hutan : Demi Uang Ku Kau Tebang

          Sebagai warga Negara Indonesia, kita pantas berbangga hati dan bersyukur karena kita tinggal di Negara yang  subur dan memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah. Namun sangat disayangkan, Indonesia belum mampu mengelola dan merawat  sumber daya alam tersebut secara efektif. Hal itu tercermin dari masih banyaknya kasus pembalakan liar (illegal logging) yang terjadi dari waktu ke waktu. Pembalakan liar atau yang lebih kita kenal dengan illegal logging merupakan kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak mendapatkan izin dari otoritas setempat. Selain merugikan Negara secara ekonomi, illegal logging  juga merugikan secara ekologis.  Bisnis penjualan kayu yang  menjajikan serta permintaan pasar yang cukup tinggi menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha dibidang tersebut. Sayangnya, di lain sisi kesempatan ini justru dimanfaatkan beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab untuk menghalalkan berbagai cara demi meraup keuntungan lebih.
            Kasus illegal logging yang  baru-baru ini terungkap  adalah kasus yang melibatkan RH, ketua DPRD Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Penangkapan RH bermula ketika Polres Dharmasraya sedang melakukan patroli wilayah. Saat itu, petugas mencurigai truk Hino menggunakan plat nomor polisi palsu BA 1174 VA dengan nomor asli B 9855 BYF, melintas membawa muatan melebihi kapasitas. Truk itu diiringi mobil Fortuner BA 1022 BS yang dikendarai oleh RH yang tak lain kader salah satu partai dan dua orang rekannya. Merasa curiga petugas menghentikan truk tersebut ternyata isinya muatan kayu sebanyak 20 meter kubik. Saat ditanya mengenai surat-surat, supir truk  berinisial A tersebut tidak memiliki dokumen yang sah. Saat penggeledahan, supir truk mengaku bahwa mobil Toyota fortuner yang mengawal truk adalah milik RH, ketua DPRD Kabupaten Dharmasaya. A mengaku, kayu yang dibawanya  berasal dari daerah Tanjung Simalidu Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Rencananya, kayu-kayu tersebut akan dibawa ke sawmill milik RH di Dharmasraya. Setelah melakukan penyelidikan, diketahui bahwa kayu tersebut adalah milik RH. Terkait kasus illegal logging itu, Unit Reskrim Polres Dharmasraya saat ini telah menetapkan RH dan tiga orang lainnya jadi tersangka pada 1 Mei 2014. Para tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e jo pasal 83 huruf B UU No 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan, jo pasal 55, 56 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
         Apa yang dilakukan RH ini merupakan salah satu contoh sifat hedonisme yang tertanam dalam diri individu. Hedonisme merupakan salah satu doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan kesenangan.  RH merupakan salah satu contoh “pencari” kesenangan dengan jalan yang kurang baik. Iming-iming keuntungan berlimpah dari hasil penjualan kayu, membuatnya melakukan tindak illegal logging tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya.
          Penjualan kayu hasil illegal logging yang dilakukan RH juga merupakan pelanggaran moral dalam bisnis. Dalam berbisnis, bukan hanya skill dan pengalaman saja yang diperlukan tetapi juga terdapat moral sebagai rambu-rambu yang mengatur. Moral sejatinya berkaitan dengan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, termasuk dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam berbisnis. Hendaknya dalam berbisnis bukan hanya memikirkan keuntungan materi semata, tetapi juga dilakukan dengan cara yang halal. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah Al - Jumuah ayat 10 dan dalam Surah Thaha ayat 132 :

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk mencari rezeki dan usaha yang halal) dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Terjemah QS. Al-Jumu’ah: 10)

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepada kalian. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(Terjemah QS. Thaha : 132)

Ayat-ayat tersebut bermakna bahwa hendaknya kita mencari rezeki yang halal dengan jalan yang baik, dan senantiasa mengingat Allah dalam melakukan setiap pekerjaan.
         Dalam bisnis, selain moral ada juga etika yang harus senantiasa dipatuhi. Agar etika tersebut dapat senatiasa terjaga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya;

  1. Pengendalian diri
Terkait dengan tindak illegal logging yang melibatkan RH, sebagai seorang pebisnis RH semestinya mampu mengendalikan diri, dalam artian tidak mencari keuntungan dengan jalan yang ”curang” dan merugikan pihak-pihak lain. Pebisnis yang memiliki kemampuan pengendalian diri yang baik tentunya tidak akan hanya berorientasi pada keuntungan bagi dirinya sendiri, tapi juga bagaimana memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

  1. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Bisnis penjualan kayu adalah salah satu bisnis yang cukup sensitif, karena sumber daya yang diperdagangkan berasal dari alam yang memiliki dampak bagi masyarakat luas. Disini, pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat sekitar. Penebangan hutan secara liar yang tidak diimbangi dengan penanaman kembali akan merusak lingkungan yang berujung pada bencana yang akhirnya merugikan banyak pihak. Oleh karena itu dibutuhkan rasa tanggung jawab sosial yang tinggi agar para pebisnis di bidang ini bisa mencari solusi untuk meminimalisir risiko yang ditimbulkan.

  1. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Ditengah perkembangan teknologi yang semakin pesat dari waktu ke waktu hendaknya pebisnis tetap dapat mempertahankan jati diri dan memegang teguh budaya. Sehingga teknologi tersebut justru dapat dimanfaatkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat luas.

  1. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis yang tidak sehat akan memengaruhi pelaku bisnis untuk menghalalkan segala cara demi mengembangkan bisnisnya seperti apa yang dilakukan RH. Oleh karena itu perlu adanya persaingan yang sehat antarpelaku bisnis, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya.

  1. Menerapkan konsep ”pembangunan berkelanjutan”
Poin ini berhubungan erat dengan tindakan yang dilakukan RH, pembalakan hutan secara liar jelas termasuk contoh eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab. Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana keadaan dimasa mendatang. Pelaku bisnis dituntut untuk tidak mengekspoitasi lingkungan tanpa mempertimbangkan keadaan dimasa mendatang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

  1. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Sebagai seorang ketua DPRD, bukan tidak mungkin RH memanfaatkan jabatannya untuk melancarkan bisnis penjualan kayu illegal dengan melibatkan pihak-pihak lain yang berwenang. Sifat kongkalikong dan segala bentuk kecurangan dalam dunia bisnis sebaiknya dihindari agar tidak terjadi korupsi, manipulasi dan berbagai kasus yang pada akhirnya mencemarkan nama baik bangsa dan negara.

  1. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Poin ini berhubungan erat dengan poin sebelumnya, bahwa hendaknya para pelaku bisnis bertindak jujur, dan menjauhi segala perilaku yang terkait dengan tindakan korupsi dan kecurangan dalam menjalankan bisnisnya.

  1.  Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif, diperukan adanya rasa saling percaya antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.

  1. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang disepakati bersama
Agar konsep etika dalam bisnis dapat terlaksana, perlu adanya keterlibatan setiap pelaku bisnis untuk tetap konsekuen dan konsisten mematuhi etika tersebut. Karena apabila ada salah satu oknum yang melakukan kecurangan, maka konsep etika  tersebut akan gugur satu persatu.

  1. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Apabila etika dalam bisnis ditaati oleh semua pihak didalamnya, niscaya akan tercipta suasana yang kondusif dalam berbisnis.

  1. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut. Kebutuhan akan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika sekarang ini sangat diharapkan oleh semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan  bsinis di era globalisasi.


Referensi :
Al-Quran (Terjemah Indonesia) : QS Al-Jumuah:10
Al-Quran (Terjemah Indonesia) : QS Thaha : 132
www.merdeka.com/peristiwa/kawal-truk-illegal-ketua-dprd-di-sumbar-diciduk-polisi.html
id.berita.yahoo.com/ketua-dprd-di-sumbar-tersangka-illegal-logging-233209341.html
news.okezone.com/read/2014/05/02/340/979308/ketua-dprd-dharmasraya-jadi-tersangka-illegal-logging




Rabu, 15 Oktober 2014

Sang Mantan Dirjen Akhirnya "Tersandung" Juga

         Sebagai salah satu Negara berkembang, Indonesia tidak  hanya memiliki sumber daya yang  berlimpah tapi  juga memiliki sederet permasalahan di berbagai bidang. Salah satu permasalahan yang hingga kini belum bisa bisa dientaskan adalah masalah korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Seiring berjalannya waktu, satu persatu kasus korupsi di Indonesia mulai terungkap. Pelakunya pun berasal dari berbagai golongan, seperti kepala daerah, anggota dewan, dan pejabat-pejabat di pemerintahan maupun perusahaan/organisasi lainnya. Mirisnya, para pelaku korupsi ini umumnya adalah mereka yang “berpendidikan” dan yang semestinya bisa dijadikan panutan masyarakat.
            Kasus yang baru-baru ini mencuat adalah tentang mantan Dirjen Pajak berinisial HP  yang diduga terlibat korupsi. Bermula ketika salah satu bank swasta terkemuka mengajukan keberatan pajak atas transaksi non performance loan sebesar 5,7 triliun kepada Direktorat PPh (Pajak Penghasilan) pada 17 Juli 2003 yang lalu. Setelah menerima surat tersebut, Direktorat PPh kemudian melakukan pengkajian selama hampir satu tahun untuk  dapat mengambil keputusan  hingga pada 13 Maret 2004 diterbitkan surat yang berisi penolakan terhadap keberatan pajak yang di ajukan. Namun, HP yang ketika itu menjabat sebagai Dirjen Pajak justru diduga meminta Direktur PPh untuk mengubah kesimpulannya sehingga keberatan pembayaran pajak yang diajukan oleh Bank tersebut diterima seluruhnya.
            Selain itu HP diduga mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang diajukan bank lain yang memiliki permasalahan sama. Pengajuan keberatan pajak yang diajukan bank lain ditolak sedangkan yang diajukan oleh Bank swasta terkemuka tersebut diterima, padahal kedua bank itu memiliki permasalahan yang sama. Ketua KPK mengatakan, akibat korupsi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan, kerugian Negara ditaksir mencapai 375 milyar rupiah. Nilai tesebut adalah jumlah yang semestinya dibayarkan sebagai pajak jika pengajuan keberatan ditolak sebagaimana hasil kajian Direktur PPh. Setelah KPK melakukan penyelidikan dan menemukan bukti yang mendukung, HP akhirnya resmi dijadikan tersangka pada 21 April 2014 lalu. Apa yang dilakukan oleh HP hanyalah sebagian dari contoh penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pemimpin dalam suatu instansi. HP yang memiliki segudang prestasi di bidang keuangan dan perpajakan  yang notabene memegang sertifikat akuntan negara nomor D786 pun tidak luput dari godaan melakukan tindakan yang kurang semestinya.
            Hal ini menjadi indikasi bahwa yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin bukan hanya sekadar kecerdasan secara logika tapi juga etika dan akhlak yang baik. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Artinya, etika berlaku untuk setiap orang, dimanapun dan pada kondisi apapun. Manusia sebagai makhluk sosial akan senantiasa berhubungan dengan orang lain, sehingga apabila dalam suatu kelompok masyarakat ada yang berperilaku tidak sesuai dengan etika, maka orang tersebut dapat dikenai sanksi sosial dari orang-orang disekitarnya. Bahkan apabila pelanggaran itu dilakukan dalam skala besar yang berakibat merugikan orang lain, akan ada sanksi hukum yang siap menjerat.
            Wikileaks.org mengungkapkan HP adalah salah satu tokoh yang mendapat perhatian intelejen Amerika sejak lama,  Pemerintah AS menyebut HP sebagai tokoh terkorup dari para koruptor pajak. Sementara di kalangan pebisnis berskala internasional, ia dianggap sebagai birokrat kotor. Diungkapkan juga bahwa HP merupakan orang yang menjadi "teladan" anak buahnya dalam praktik suap-menyuap perkara pajak di instansinya. Terlepas dari benar atau tidaknya kabar yang dilansir wikileaks.org, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran etika profesi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; kebutuhan individu, tidak adanya pedoman, perilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan tak dikoreksi, lingkungan yang tidak etis, serta perilaku dari komunitas.
            Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah melakukan studi kualitatif terhadap pola-pola korupsi di sektor pajak. Menggunakan terminologi korupsi Syed Husein Alatas  (lihat SH Alatas, Korupsi: Sebab, Sifat dan Fungsi, 1987), ada tiga pola korupsi pajak. Pola pertama, transaktif-nepotis di personalia, terutama dalam penempatan  pegawai pajak. Disebut korupsi transaktif, karena menguntungkan pegawai pajak dan personalia. Ada transaksi dalam korupsi. Personalia mendapat uang suap, sedangkan  pegawai menghindari penempatan di daerah terpencil. Pegawai baru di Direktorat Jenderal Pajak akan berhadapan dengan tradisi seperti ini. Mereka akan dihadapkan pada dua pilihan: ikut dalam praktik korupsi atau tetap lurus. Menjadi jujur tidak masalah, sepanjang mereka tidak bicara.  Kalau sampai ada yang membongkar praktek korupsi, pegawai  jujur bisa dimutasi ke daerah terpencil. Pola kedua, autogenik-ekstortif dalam administrasi pajak. Autogenik merujuk pada korupsi yang dilakukan petugas pajak mengikuti kewenangan yang ada padanya. Ekstortif  merujuk pada praktik pemerasan. Pola ini menggambarkan bagaimana petugas pajak meminta imbalan jasa untuk pengurusan administrasi perpajakan. Sekadar contoh, untuk mengurus nomor pokok wajib pajak (NPWP) membutuhkan waktu tiga minggu. Dengan memberikan uang pelicin kepada petugas pajak, proses tersebut bisa dipersingkat. Pola ketiga, transaktif-autogenik dalam bentuk negosiasi pajak. Pola ini menunjukkan bagaimana praktik korupsi di pajak berjalan saling menguntungkan, baik bagi wajib pajak maupun petugas pajak. Wajib pajak bisa mendapat pengurangan dari kewajiban yang seharusnya. Sementara itu, petugas pajak mendapat komisi atas pengurangan kewajiban tersebut. Kewenangan pemungutan pajak oleh Dirjen Pajak selaku 'fiscus' selama ini memang lebih banyak pada mekanisme kemampuan dan kejujuran wajib pajak dalam menghitung  dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Pemungut pajak hanya bertugas memantau dan mengawasi pelaksanaan kewajiban pajak dari wajib pajak ('official assessment system'). Selain itu, sebagai hak dari wajib pajak apabila terjadi perbedaan pendapat mengenai jumlah pajak yang harus dibayar, UU menyediakan sarana  keberatan kepada Dirjen Pajak dan banding kepada badan peradilan pajak serta Peninjauan Kembali ke MA.
            Dari hasil studi yang dilakukan ICW, pola-pola korupsi yang mungkin terjadi di sektor pajak bisa melibatkan lebih dari satu orang atau dengan kata lain dapat dilakukan “bersama-sama” hingga melibatkan satu komunitas. Tidak bisa dipungkiri selain faktor internal, lingkungan juga memegang peranan yang cukup penting dalam pembentukan karakter seseorang. Dibutuhkan kesadaran dari  dalam diri untuk tetap dapat berpegang teguh pada norma-norma yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kita sebagai masyarakat , hendaknya bisa mengambil pelajaran dari para tokoh yang ‘tersandung’ ke dalam masalah yang pada akhirnya merugikan diri mereka sendiri. Satu hal yang perlu kita ingat adalah; selalu ada konsekuensi dibalik setiap perbuatan yang kita lakukan.  Alangkah lebih baik jika norma dan etika senantiasa dipatuhi demi menjaga nama baik dan terciptanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.

Referensi :
http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/2924/korupsi-pajak.kr
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/04/2142276/Bocoran.WikiLeaks.Amerika.Sebut.Hadi.Poernomo.Arogan.dan.Korup
http://nasional.inilah.com/read/detail/2093937/ini-kronologi-korupsi-ketua-bpk-hadi-purnomo#.VDvCHmeSzGI
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/04/21/modus-korupsi-pajak-bca-yang-menjerat-hadi-poernomo
http://profil.merdeka.com/indonesia/h/hadi-purnomo/

Sabtu, 17 Mei 2014

Apa yang Saya Pikirkan?

Pada akhirnya saya mengerti, bahwa hidup adalah tentang kehilangan dan menemukan, tentang kedatangan dan kepergian, tentang menerima dan memberi. Setiap orang bebas memilih jalannya. Bebas memilih untuk masuk dan keluar dari kehidupan satu orang ke orang lainnya. Bahwa yang berlalu, akan terlupakan, saya percaya. Setiap orang pun punya hak untuk terus mengingat, atau melupakan. Mengingat kebaikan orang lain, melupakan sakit hati, terutama. Betapa Tuhan Maha Bijaksana, Ia pertemukan kita dengan banyak orang yang sifatnya berbeda-beda agar kita bisa belajar untuk memahami, bahwa tidak semua yang yang kita anggap baik adalah baik, pun sebaliknya. Saya percaya, pada dasarnya setiap orang adalah baik, yang membedakan adalah karena penilaian "baik" bagi setiap orang itu relatif. Baik bagi kebayakan orang adalah ketika seseorang berlaku sesuai keinginan kita, padahal yang kita inginkan belum tentu baik bagi orang lain. Ya, Tuhan ciptakan manusia lengkap dengan sifat egois yang secara alami tumbuh di dalam diri kita. Sifat itu yang membuat kita terkadang lebih banyak melihat sisi negatif ketimbang sisi positif seseorang, sifat itu pula yang membuat kita sulit melupakan kesalahan atau sesuatu yang dilakukan -yang kita anggap sebagai kesalahan- orang lain. Disinilah waktu menunjukkan peranannya, bagi saya pribadi, terus menerus mengingat kesalahan orang lain adalah siksaan. Betapa tidak, orang yang berbuat salah kepada saya pun belum tentu sadar akan kesalahannya sendiri, lalu buat apa saya sibuk mengingatnya?
Waktu menyadarkan saya, pada akhirnya. Bahwa yang baik akan berbalas baik, saya percaya. Buat apa sibuk mendendam? sedang setiap hal baik yang kita lakukan akan kembali pada diri kita sendiri. Berbaik sangka lah, berbaik hati lah saja. :)

Kamis, 15 Mei 2014

Tugas Bahasa Inggris Bisnis 2

5. a. "Where are you going?" asked the rabbit.
    b. The rabbit asked, "Where are you going?"

6. a. "I am going to hunt rabbits," announced the dog loudly.
    b. The dog announced loudly, "I am going to hunt rabbits."

7. a. "That's very nice, where will you find them?" said the rabbit.
    b. The rabbit said, "That's very nice, where will you find them?

8. a. "There are dozens of them near the brook," replied the dog knowingly.
    b. The dog replied knowingly, "There are dozens of them near the brook."

9. a. "Well, good luck in your hunting," mumbled the rabbit.
    b. The rabbit mumbled, "Well, good luck in your hunting."

10. a. "Just a minute, you look like you know something about rabbit," shouted the dog.
      b. The dog shouted, "Just a minute, you look like you know something about rabbit."

11. a. "Yes, I do," said the rabbit in a soft voice.
      b. The rabbit said in a soft voice, "Yes, I do."

12. a. "Tell me, what you know?" roared the dog.
      b. The dog roared, "Tell me, what you know?"

13. a. "I know enough, as she hopped off into the bushes to recognize a good escape when I see one," whispered the rabbit.
      b. The rabbit whispered, "I know enough, as she hopped off into the bushes to recognize a good escape when I see one."



Selasa, 08 April 2014

Tugas Bahasa Inggris Bisnis 2 (Job Application Letter)

Jakarta
April 9, 2014


HRD of Citibank
Citibank Landmark
Landmark Building
Jl. Jendral Sudirman 1 Jakarta 12910

Dear Sir/Madam,

I am writing to you in response to the advertisement on the lowongankerjamu.net website regarding a job opportunity with your company for the position of Personal Banker.

I have the following qualifications and experience to offer you. I have excellent communication skills that can be helpful in explaining investment plans to the clients benefit. My experience with Bank DKI has given me a clear understanding of the customer focused work within the sector and the attention and detail I work at is second to none.

I am available to work full-time and I am comfortable working in evening shifts and weekends when customer calls are often needed.

My latest performance review outlined that I am exceptional at implementing new strategies, optimising work and boosting the profit to the company.

I would be very excited to have an opportunity to work with your company. For a detailed summary of my educational qualifications, experience and credentials in this field, please refer my CV enclosed with this letter. I would welcome an interview to discuss the details of my responsibilities and your requirements.


Yours sincerely,


Winda Murtiyasni