Minggu, 30 November 2014

Langgar SPAP, Akuntan Publik Beku 2 Tahun

       Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Praktik Akuntan Publik meliputi pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik dapat dikenai sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Saksi pembekuan izin ini dikenakan apabila Akuntan Publik (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. Beberapa AP dan KAP di Indonesia pernah mendapatkan sanksi pembekuan izin karena tindak pelanggaran yang dilakukannya. Salah satu yang mendapat sanksi tersebut adalah Akuntan Publik berinisial JAS yang melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003 lalu.
       Pembekuan izin Akuntan Publik (AP) berinisial JAS selama dua tahun dilakukan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) pada 28 November 2006 lalu. Sanksi tersebut diberikan karena JAS terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, JAS dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan JAS dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya melakukan penyidikan terhadap Akuntan Publik yang memeriksa laporan keuangan Great River. Apabila ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka Akuntan Publik tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. Pada Agustus 2006, Bapepam menyidik Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, beliau tidak bersedia menjelaskan secara detail praktik konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Menanggapi tudingan itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, JAS, menyatakan bahwa selama mengaudit laporan keuangan Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun pihaknya mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. Menurutnya, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, menurutnya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. Sebelumnya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, berinisial ST.  Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi  penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas sehingga perusahaan tidak mampu membayar utang Rp250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp400 miliar.
   Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen  dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI. Independen berarti bahwa seorang Akuntan Publik dalam melakukan tugasnya tidak boleh memihak atau harus bersikap netral. Dalam kasus yang melibatkan JAS, selaku Akuntan Publik (AP) pihaknya dinilai telah melanggar sikap independen karena diduga melakukan konspirasi dengan Great River dalam penyajian laporan keuangan pada 2003 lalu. Selain bersikap independen, anggota KAP juga harus mempertahankan integritas dan objektivitas. Integritas adalah suatu sikap yang terkait dengan kejujuran. Sikap JAS selaku Akuntan Publik yang diduga terlibat dalam kecurangan penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, adalah bukti bahwa pihaknya tidak bisa menjaga integritasnya sebagai seorang anggota KAP, padahal Akuntan Publik (AP) dituntut untuk menjaga integritasnya agar dapat berprilaku jujur, serta tidak melanggar etika dan hukum yang berlaku.
       Akuntan Publik memiliki tanggung jawab kepada klien.  Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Dalam kasus yang melibatkan JAS, klien yang mempekerjakannya adalah PT Great River International Tbk. Tanggung jawab terhadap klien dalam kode etik Akuntan Publik yang dimaksud adalah, Anggota IAI-KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien tersebut kecuali untuk kepentingan penyidikan dalam kasus hukum. Misal, ada pihak-pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dari hasil audit informasi keuangan suatu perusahaan, maka Akuntan Publik tidak diperkenankan memberikan informasi tersebut tanpa pesetujuan perusahaan yang menjadi kliennya. Dugaan adanya konspirasi antara JAS dengan Great River bukan termasuk sikap tanggung jawab kepada klien. Memberikan jasa profesional bukan berarti menuruti semua kemauan klien termasuk mengabaikan manipulasi dalam laporan keuangan yang diaudit. Seorang Akuntan Publik dituntut untuk tetap bersikap profesional dengan menjalankan tugasnya sesuai SPAP yang berlaku.
     Selain tanggung jawab kepada klien, Akuntan Publik juga bertanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. Seorang Akuntan Publik tidak boleh menerima komisi dari klien yang memiliki tujuan atau maksud tertentu yang akan mengurangi independensi Akuntan Publik dalam melaksanakan tugasnya. Tindakan dugaan konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River yang dilakukan JAS merupakan tindakan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesinya. Hal tersebut dapat berimbas pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas Akuntan Publik secara umum. Oleh karena itu seorang Akuntan Publik hendaknya bisa menjaga nama baik pribadi untuk menjaga reputasi rekan seprofesinya secara keseluruhan.
      Dalam kasus terkait penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk, kecurangan juga terbukti dilakukan oleh empat direksi Perusahaan tersebut yang akhirnya resmi dijadikan tersangka. Tindakan memanipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh direksi Great River bisa dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik dalam menjalankan bisnis. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Dalam bisnis dikenal prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, diantaranya kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
     Tindakan manipulasi laporan keuangan PT Great River Tbk juga dapat dikategorikan sebagai Fraudulent financial reporting. Menurut Arens (2005 : 310), Fraudulent financial reporting atau kecurangan laporan keuangan adalah salah saji atau kelalaian dari jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud untuk menipu pengguna laporan keuangan. Salah satu penyebab Fraudulent financial reporting adalah adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik seperti yang terjadi dalam kasus Great River dan Akuntan Publik berinisial JAS. Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik hendaknya bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red  flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi. Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara parsial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain; mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakkan hukum, perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian, pelaksanaan good governance, dan memperbaiki moral dari pengelola perusahaan yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.

Referensi :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16017/menteri-keuangan-membekukan-akuntan-publik-justinus-aditya-sidharta

Sabtu, 15 November 2014

dari Pemkot, oleh Pemkot, untuk BPK, demi WTP

       Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat, pemerintah daerah (pemda) harus melaporkan penggunaan dana APBD dalam bentuk laporan keuangan  yang kemudian akan diperiksa/diaudit  oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diberikan opini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi yang memiliki wewenang dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.  Opini BPK  adalah pernyataan profesional pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Opini yang paling baik dari hasil audit BPK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang artinya  auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Setiap daerah tentu ingin laporan keuangannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sebagai cerminan bahwa pengelolaan keuangan yang dilakukan pemda sudah baik. Sayangnya, untuk mendapat opini tersebut, ada beberapa oknum dari pemda melakukan cara yang kurang terpuji, salah satunya dengan melakukan suap kepada auditor BPK seperti yang terjadi pada oknum pemkot Bekasi pada 2010 lalu.
            Kasus suap yang terjadi empat tahun lalu tersebut melibatkan TUE (Sekda kota Bekasi), HS (Kepala Bidang Aset Pemkot Bekasi), dan HL (Kepala Inspektorat Kota Bekasi), sedangkan pihak penerima suap adalah S (Kepala Sub Auditor BPK Jawa Barat III) dan EH (Kepala Seksi Wilayah BPK Jawa Barat III). Kronologi peyuapan bermula ketika pada Desember 2009 TUE mengikuti forum rapat rutin di ruang rapat yang dipimpin oleh Walikota Bekasi. Ketika itu, Walikota Bekasi mengatakan jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian, maka insentif yang diperoleh Pemkot Bekasi sebesar Rp 18 miliar. Namun, jika laporan keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian, maka Pemkot Bekasi akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp 40 miliar. TUE bersama-sama HL dan HS selama rentang waktu tanggal 10 Januari sampai 10 Juni 2010 telah melakukan suap kepada S dan EH, agar laporan keuangan Pemkot Bekasi mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian. Total uang suap  senilai Rp 400 juta diberikan dalam dua tahap, masing-masing Rp 200 juta. Pertama, sebesar Rp 200 juta di lapangan parkir sebuah rumah makan di Bandung yang dilakukan HS kepada S. Dari jumlah tersebut S mendapat Rp150 juta, sedangkan EH mendapat jatah Rp50 juta. Tahap kedua, diberikan oleh HL dan HS di rumah dinas S sebesar Rp200 juta. Dua Auditor BPK Jabar yang terbukti menerima suap tersebut akhirnya di vonis empat tahun penjara oleh hakim pengadilan Tipikor Jakarta karena terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sedangkan KPK menjerat HS dan HL dengan pasal 5 ayat (1)a atau pasal 13 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, TUE dijatuhi hukuman penjara tiga tahun karena dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
            Dalam auditing, menurut lingkungan pekerjaannya dikenal tiga tipe auditor, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Kedua auditor BPK Jabar yang terlibat kasus suap (S dan EH) termasuk dalam kategori auditor pemerintah. Berbeda dengan auditor independen yang menjual jasanya untuk masyarakat umum, atau auditor intern yang bekerja dalam lingkungan intern suatu perusahaan, auditor pemerintah bekerja di instansi pemerintah dan tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, auditor memiliki aturan/etika yang wajib untuk dipatuhi. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
            Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), diantaranya :


1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesional, seorang akuntan harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Dari kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jabar, S dan EH tidak mematuhi prinsip tanggung jawab profesi. Sebagai seorang auditor pemerintah, S dan EH mengabaikan pertimbangan moral dengan menerima uang suap dari Pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa keduanya tidak melakukan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab sebagaimana prinsip etika profesi akuntansi yang semestinya.

2.      Kepentingan Publik
Anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dengan menerima suap dari oknum pemkot Bekasi untuk memberi opini WTP, auditor BPK Jabar (S dan EH) sudah melanggar prinsip kepentingan publik. Apabila opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan pada LKPD Bekasi tahun 2009 tidak sesuai dengan yang hasil audit yang sebenarnya, maka hal itu merupakan tindak penipuan kepada publik (masyarakat) atau dengan kata lain keduanya menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah diberikan. Sejatinya, semua anggota IAI mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Tindakan menerima suap merupakan salah satu indikasi bahwa S dan EH sebagai auditor pemerintah tidak bisa menjaga integritasnya.  S dan EH cenderung mementingkan keuntungan pribadi dibandingkan profesionalitasnya sebagai auditor. Padahal, Integritas mengharuskan seorang anggota IAI untuk bersikap jujur dan berterus terang sehingga pelayanan dan kepercayaan publik tidak dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota IAI untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.

4.      Objektivitas
Setiap anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Pemberian uang suap oleh pemkot Bekasi kepada auditor BPK Jabar mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan lain, yaitu agar LKPD Bekasi tahun 2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian sehingga insentif yang diterima pemkot Bekasi kala itu menjadi lebih besar. Sebagai Auditor BPK Jabar, semestinya S dan EH bisa bersikap lebih objektif dan tidak tergiur dengan imbalan yang diberikan karena prinsip objektivitas mengharuskan anggota IAI bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.  Anggota IAI tidak boleh menerima hadiah atau entertainment yang dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Artinya, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. Contohnya, Auditor tidak bisa sembarangan memberikan opini terhadap laporan keuangan yang diauditnya, mereka harus terlebih dahulu melakukan audit dengan teliti dan penuh kehati-hatian untuk memberi opini sesuai hasil audit yang diperoleh. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota IAI untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.

6.      Kerahasiaan
Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kerahasiaan bukan semata-mata masalah pengungkapan informasi. Seorang Auditor harus bisa menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama menjalankan tugas dan tidak boleh menggunakan informasi tersebut atau menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi atau pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. Dalam kasus suap yang berhubungan dengan LKPD Bekasi tahun 2009, apabila pengungkapan informasi diharuskan oleh hukum sebagai bukti adanya pelanggaran, maka hal tersebut diperbolehkan.

7.      Perilaku Profesional
Setiap anggota IAI harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Tindakan menerima suap seperti yang dilakukan S dan EH sebagai seorang auditor BPK Jabar adalah salah satu contoh perilaku yang dapat merusak reputasi auditor BPK lainnya secara umum. S dan EH dinilai melanggar prinsip perilaku profesional akuntan atas tindakan yang telah dilakukannya, karena salah satu kewajiban anggota IAI adalah menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8.      Standar Teknis
Setiap anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota IAI mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. S dan EH semestinya dapat melakukan tugasnya sebagai auditor sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh dengan iming-iming suap atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Referensi:
infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=7817&l=kasus-suap-auditor-bpk-jabar-terancam-hukuman-2-pns-bekasi-seret-atasan
politik.news.viva.co.id/news/read/161408-kpk-tetapkan-lagi-auditor-bpk-jadi-tersangka
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbc311205bf6/dua-auditor-bpk-jabar-dituntut-lima-tahun-penjara
www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/10/11/16/146780-suap-bpk-jabar-sekda-bekasi-divonis-3-tahun-penjara