Minggu, 09 Juni 2013

Sebulan Setelah Perpisahan Kita

Kemarin aku melihatmu sedang berkumpul bersama teman-temanmu di salah satu sudut kampus. Kelihatannya sekarang kamu semakin sibuk. Tubuhmu terlihat sedikit agak kurus, mungkin karena kurang tidur, mungkin juga karena jadwal makanmu yang tidak teratur. Tugas Penulisan Ilmiah untuk mahasiswa semester enam  itu rumit ya? Kamu pasti pusing memikirkannya, apalagi dengan segudang pekerjaanmu yang lain sebagai seorang web developer. Ah, tapi aku tahu kamu laki-laki yang hebat, semua pekerjaan itu tidak akan jadi masalah besar. Soal jadwal makan atau waktu tidur, tanpa aku ingatkan pun kamu pasti bisa mengaturnya sendiri. Tanpa aku kamu tetap punya dua kaki, dua tangan, logika yang kuat, dan hati yang utuh. Tidak seperti aku, aku memang masih bisa bernapas dan melakukan aktivitas seperti biasa, tapi hatiku ; seperti ada bagian yang hilang.

Waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin kita duduk berhadapan. Aku masih ingat benar bagaimana aku menatap matamu lekat-lekat dan mendengarkan kata-demi-kata yang terucap dari bibirmu. Kata yang sejujurnya tidak pernah ingin aku dengar – perpisahan. Aku belajar banyak hal dari perpisahan kita sebulan lalu. Terutama tentang bagaimana (berpura-pura) tegar dihadapan orang  lain. Apa kamu ingat bagaimana ekspresi wajahku ketika kamu mengatakan bahwa perasaanmu kepadaku sudah hambar? Kamu ingat senyuman pasrah yang aku perlihatkan? Aku tahu laki-laki bukan makhluk yang pandai menerka perasaan, mungkin kamu mengira aku baik-baik saja padahal kenyataannya tidak. Aku masih tak habis pikir, bagaimana mungkin laki-lakiku yang cerdas, humoris, dan ceria itu bisa meremukkan hatiku hanya dengan beberapa kalimat.

Perpisahan, sebuah kata yang singkat untuk diucapkan tapi berat untuk dijalani; terutama bagi yang ditinggalkan. Aku menjalani hari-hariku setelah itu dengan berbagai kenangan kita yang bergantian mengisi setiap sel otakku. Bahkan sampai detik ini. Aku tidak pernah membencimu sama sekali, bagiku kamu tetap kamu; seseorang yang masih sangat aku sayangi dengan segala kekurangannya. Terkadang ini menyiksa, terlebih ketika aku menyadari bahwa kamu tak lagi punya perasaan yang sama. Aku berusaha mengalihkan perhatian agar kamu bisa secepatnya beranjak dari pikiranku termasuk pada pekerjaan, tugas kuliah, dan segala hal yang tidak berkaitan dengan kamu atau ‘kita’. Tapi sejauh ini usahaku belum sepenuhnya berhasil, mungkin caraku salah atau.. aku tidak benar-benar ingin melakukannya.


Dulu dan sekarang memang tidak akan sama. Aku  dan kamu ditakdirkan untuk memilih jalan hidup kita masing-masing. Bukankah perpisahan adalah awal dari pertemuan yang baru? Bisa dengan orang yang sama, atau dengan orang yang berbeda. Aku tidak akan memaksa kamu untuk kembali seperti juga kamu yang tidak pernah memaksa aku untuk menyanyangimu sedalam ini. Aku hanya berharap semua yang terbaik untuk kamu, aku, dan (mungkin) kita. Tapi jika suatu hari kamu lelah mencari tempat singgah, mampirlah ke hatiku. Sekali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar