Kemarin aku melihatmu sedang berkumpul bersama teman-temanmu
di salah satu sudut kampus. Kelihatannya sekarang kamu semakin sibuk. Tubuhmu
terlihat sedikit agak kurus, mungkin karena kurang tidur, mungkin juga karena
jadwal makanmu yang tidak teratur. Tugas Penulisan Ilmiah untuk mahasiswa
semester enam itu rumit ya?
Kamu pasti pusing memikirkannya, apalagi dengan segudang pekerjaanmu yang lain
sebagai seorang web developer. Ah,
tapi aku tahu kamu laki-laki yang hebat, semua pekerjaan itu tidak akan jadi
masalah besar. Soal jadwal makan atau waktu tidur, tanpa aku ingatkan pun kamu
pasti bisa mengaturnya sendiri. Tanpa aku kamu tetap punya dua kaki, dua tangan,
logika yang kuat, dan hati yang utuh. Tidak seperti aku, aku memang masih bisa
bernapas dan melakukan aktivitas seperti biasa, tapi hatiku ; seperti ada
bagian yang hilang.
Waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin kita duduk
berhadapan. Aku masih ingat benar bagaimana aku menatap matamu lekat-lekat dan
mendengarkan kata-demi-kata yang terucap dari bibirmu. Kata yang sejujurnya tidak
pernah ingin aku dengar – perpisahan. Aku belajar banyak hal dari perpisahan
kita sebulan lalu. Terutama tentang bagaimana (berpura-pura) tegar dihadapan
orang lain. Apa kamu ingat bagaimana
ekspresi wajahku ketika kamu mengatakan bahwa perasaanmu kepadaku sudah hambar?
Kamu ingat senyuman pasrah yang aku perlihatkan? Aku tahu laki-laki bukan
makhluk yang pandai menerka perasaan, mungkin kamu mengira aku baik-baik saja
padahal kenyataannya tidak. Aku masih tak habis pikir, bagaimana mungkin
laki-lakiku yang cerdas, humoris, dan ceria itu bisa meremukkan hatiku hanya
dengan beberapa kalimat.
Perpisahan, sebuah kata yang singkat untuk diucapkan tapi
berat untuk dijalani; terutama bagi yang ditinggalkan. Aku menjalani
hari-hariku setelah itu dengan berbagai kenangan kita yang bergantian mengisi
setiap sel otakku. Bahkan sampai detik ini. Aku tidak pernah membencimu sama sekali,
bagiku kamu tetap kamu; seseorang yang masih sangat aku sayangi dengan segala
kekurangannya. Terkadang ini menyiksa, terlebih ketika aku menyadari bahwa kamu
tak lagi punya perasaan yang sama. Aku berusaha mengalihkan perhatian agar kamu
bisa secepatnya beranjak dari pikiranku termasuk pada pekerjaan, tugas kuliah, dan
segala hal yang tidak berkaitan dengan kamu atau ‘kita’. Tapi sejauh ini usahaku
belum sepenuhnya berhasil, mungkin caraku salah atau.. aku tidak benar-benar
ingin melakukannya.
Dulu dan sekarang memang tidak akan sama. Aku dan kamu ditakdirkan untuk memilih jalan hidup
kita masing-masing. Bukankah perpisahan adalah awal dari pertemuan yang baru? Bisa
dengan orang yang sama, atau dengan orang yang berbeda. Aku tidak akan memaksa
kamu untuk kembali seperti juga kamu yang tidak pernah memaksa aku untuk
menyanyangimu sedalam ini. Aku hanya berharap semua yang terbaik untuk kamu,
aku, dan (mungkin) kita. Tapi jika suatu hari kamu lelah mencari tempat
singgah, mampirlah ke hatiku. Sekali lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar