Sekali lagi, pagi ini aku terbangun
setelah memimpikanmu. Aku tidak tahu ini pertanda apa, sepertinya aku sudah
hilang kendali. Sakit karena mencintaimu sudah hampir aku lupakan, yang ada
sekarang adalah keinginan untuk mengulang semuanya, kenangan singkat yang
pernah kita lalui. Aku tidak pernah “segila” ini sebelumnya. Diluar
sepengetahuanmu, aku memantau lewat berbagai jejaring sosial hanya untuk tahu
apa yang sedang kamu lakukan dan memastikan kamu dalam keadaan baik-baik saja. Ya,
mendadak aku bak penggemar fanatik yang mengikuti semua aktivitas idolanya.
Dulu aku bisa dengan mudah bertanya apapun tentangmu secara langsung, tanpa segan. Sekarang seperti ada dinding
tebal diantara kita. Dinding yang kamu bangun – yang sudah coba aku hancurkan
tapi sia-sia. Tidak ada lagi keberanian untuk sekedar bertanya kabar, terlebih
untuk mengucap rindu. Kamu semakin jauh dari jangkauanku sekalipun terkadang
aku masih bisa melihat atau mendengar tawamu. Aku melihatmu dari kejauhan,
dari sudut ruang yang mungkin tidak akan pernah kamu sadari. Aku senang melihat
tawamu, sepertinya tanpa aku kamu sudah benar-benar bahagia. Kalau sudah
begitu, masihkah ada lagi kesempatan untuk mengisi ruang tempatku bernaung
dulu? Aku rindu ruangan itu sayang, ruang dimana aku pernah menitipkan hatiku
untuk kau jaga sebelum akhirnya kau patahkan juga.
Aku tahu bukan saatnya lagi untuk menengok
kebelakang. Seharusnya aku bisa belajar darimu, yang terus berfokus pada masa
depan, fokus pada semua yang bisa membanggakan dirimu. Karir dan materi. Keduanya
memang menggoda, keduanya penting, sampai-sampai aku tersisih. Aku tersisih,
bukan disisihkan. Aku sadar betapa aku tidak jauh lebih penting dari dua hal
itu. Anganku dulu memang terlalu tinggi, berharap bisa mendampingimu sampai kau
meraih semuanya. Bukan untuk menguasaimu, bukan itu tujuanku sebenarnya!
Sudahlah, kamu mungkin tidak akan
pernah mengerti jalan pikiranku, itu bukan keahlianmu. Memahami wanita memang jauh
lebih rumit daripada mendesain website atau mengotak-atik komputer –entah apa
sebutannya- yang biasa kamu lakukan. Ada saatnya aku berhenti menyesalkan masa
lalu. Mungkin esok atau lusa, aku baru akan berhenti bercerita tentangmu. Bukan
karena aku tak cinta lagi, hanya saja waktu memang punya kemampuan luar biasa
untuk mengalihkan perhatian. Meskipun bukan sekarang.